Senin, 21 September 2015

Garpu Tala dan Percobaannya

Nama: Ni Luh Tantri Pratisthita
Kelas: XI-06
No.: 27



Tes Garpu Tala 

Tes ini menggunakan seperangkat garpu tala yang terdiri dari 5 garpu tala dari nada c dengan frekwensi 2048 Hz,1024 Hz, 512Hz,256  Hz dan 128 Hz. Keuntungan test garpu tala ialah dapat diperoleh dengan cepat gambaran keadaan pendengaran penderita.Kekurangannya ialah tidak dapat ditentukan besarnya intensitas bunyi karena tergantung cara menyentuhkan garpu tala, yaitu makin keras sentuhan garpu tala makin keras pula intensitas yang didengar. Sentuhan garpu tala harus lunak tetapi masih dapat didengar oleh telinga normal.
Tes ini dapat menentukan jenis-jenis kehilangan pendengaran, dikenal ada 4 macam tes garputala yang lazim dipakai menggunakan frekuensi 256 Hz dan 512 H.




Alat :
-          Garpu Tala (frekuensi 512 dan 288).

Macam Tes Garpu Tala :

1.    TES RINNE :
Prinsip tes ini adalah membandingkan hantaran tulang dengan hantaran udara pada satu telinga. Pada telinga normal hantaran udara lebih panjang dari hantaran tulang. Juga pada tuli sensorneural hantaran udara lebih panjang daripada hantaran tulang. Dilain pihak pada tuli konduktif hantaran tulang lebih panjang daripada hantaran udara.
Hasil Interpretasi :  
- Tes Rinne (+) bila hantaran udara >> hantaran tulang
- Tes Rinne (-) bila hantaran udara << hantaran tulang.
- Tes Rinne (+), pada pendengaran normal dan kehilangan pendengaran jenis sensorineural
- Tes Rinne (-), pada kehilangan pendengaran jenis hantaran (tuli konduktif).



  

2.    TES WEBER :
Prinsip tes ini adalah membandingkan hantaran tulang telinga kiri dan kanan. Telinga normal hantaran tulang kiri dan kanan akan sama. Bila mendengar langsung ditanyakan di telinga mana didengar lebih keras. Bila terdengar lebih keras di kanan disebut lateralisasi ke kanan. 
Hasil Intepretasi :
Bila terjadi lateralisasi ke kanan maka ada beberapa kemungkinan, yaitu
1.  Telinga kanan tuli konduktif, kiri normal
2.  Telinga kanan tuli konduktif, kiri tuli sensory neural
3.  Telinga kanan normal, kiri tuli sensory neural
4.  Kedua telinga tuli konduktif, kanan lebih berat
5.  Kedua telinga tuli sensory neural, kiri lebih berat




3.    TES SCHWABACH :
Prinsip tes ini adalah membandingkan hantaran tulang dari penderita dengan hantaran tulang pemeriksa dengan catatan bahwa telinga pemeriksa harus normal.
Hasil Intepretasi :
1. Schwabach memendek berarti pemeriksa masih mendengar dengungan dan keadaan ini ditemukan pada tuli sensory neural.
2. Schwabach memanjang berarti penderita masih mendengar dengungan dan keadaan ini ditemukan pada tuli konduktif.
    3. Schwabach normal berarti pemeriksa dan penderita sama-sama tidak mendengar dengungan. Karena telinga pemeriksa normal berarti telinga penderita normal juga.
Cara Kerja :
 
1.      Tes Rinne
a.       Menggetarkan garpu tala (frekuensi 288) dengan salah satu ujungnya pada tepi telapak tangan. Jangan sekali-kali memukulkan pada benda yang keras.
b.      Menekan gagang penala yang bergetar itu pada Processus Mastoideus salah satu telinga OP.
c.       Menanyakan pada OP apakah ia mendengar suara penala mendengung pada telinga yang diperiksa. Bila demikian, meminta OP untuk memberi tanda segera bila dengungan itu menghilang.
d.      Pada saat itu pemeriksa mengangkat penala dari Processus Mastoideus dan mendekatkan ujung penala sedekat mungkin di depan telinga yang sedang diperiksa.
e.       Menanyakan pada OP apakah ia sekarang mendengar kembali untuk beberapa saat suara dengungan penala. Bila ia mendengar kembali, maka menuliskan R(+) pada hasil pemeriksaan, bila tak mendengar kembali maka menuliskan R(-) pada hasil pemeriksaan.
f.       Mengulangi percobaan seperti di atas untuk telinga yang lain.
g.      Mencatat hasil pemeriksaan.

2.      Tes Weber
a.       Menggetarkan garpu tala (frekuensi 512) dengan salah satu ujungnya pada tepi telapak tangan. Jangan sekali-kali memukulkan pada benda yang keras.
b.      Menekan gagang penala yang bergetar itu pada dahi OP di garis meridian.
c.       Menanyakan pada OP apakah ia mendengar suara penala mendengung sama kuat  pada kedua telinga. Hasil normal menunjukkan bila dengungan terdengar sama kuat di kedua telinga, dikatakan tidak ada lateralisasi. Bila dengungan terdengar lebih kuat pada salah satu telinga, dikatakan lateralisasi ke arah telinga yang terdengar lebih keras (lateralisasi kanan atau kiri).
d.      Bila pada OP tidak terdapat lateralisasi, maka untuk menimbulkan lateralisasi buatan, yaitu dengan menutup salah satu telinga dengan kapas dan mengulangi pemeriksaan seperti di atas.
e.       Mencatat hasil pemeriksaan.

3.      Tes Schwabach
a.       Menggetarkan garpu tala (frekuensi 288) dengan salah satu ujungnya pada tepi telapak tangan. Jangan sekali-kali memukulkan pada benda yang keras.
b.      Menekan gagang penala yang bergetar itu pada Processus Mastoideus salah satu telinga OP.
c.       Meminta OP mengacungkan tangan pada saat dengungan menghilang.
d.      Pada saat itu, segera memindahkan penala dari Processus Mastoideus OP ke Processus Mastoideus pemeriksa. Pada pemeriksaan ini telinga pemeriksa dianggap normal. Nilai normal pengukuran ini adalah schwabach normal (tidak memendek atau memanjang). Bila dengungan setelah dinyatakan berhenti oleh OP ternyata masih terdengar oleh pemeriksa maka kondisi ini disebut Schwabach Memendek. Bila pemeriksa tak mendengar, mengulangi percobaan sbb : Meletakkan garpu tala yang sudah digetarkan pada Processus Mastoideus sendiri. Setelah pemeriksa tak mendengar lagi segera memindahkan ke Processus Mastoideus OP. Bila ternyata OP masih tidak mendengar, maka kondisi itu disebut Schwabach Memanjang.
 






Tidak ada komentar:

Posting Komentar